Bila suatu generator mendapatkan pembebanan yang melebihi dari kapasitasnya, maka dapat mengakibatkan generator tersebut tidak bekerja atau bahkan akan mengalami kerusakan. Untuk mengatasi kebutuhan listrik atau beban yang terus meningkat tersebut, bisa diatasi dengan menjalankan generator lain yang kemudian dioperasikan secara paralel dengan generator yang telah bekerja sebelumnya, pada satu jaringan listrik yang sama. Keuntungan dari menggabungkan 2 generator atau lebih dalam suatu jaringan listrik adalah bila salah satu generator tiba-tiba mengalami gangguan, maka generator tersebut dapat dihentikan serta beban dialihkan pada generator lain, sehingga pemutusan listrik secara total bisa dihindari.
Cara Memparalel Generator
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memparalel dua buah generator atau lebih ialah:
• Polaritas dari generator harus sama dan tidak bertentangan setiap saat terhadap satu sama lainnya.
• Nilai efektif tegangan harus sama.
• Tegangan Generator yang diparalelkan mempunyai bentuk gelombang yang sama.
• Frekuensi kedua generator atau frekuensi generator dengan jala-jala harus sama.
• Urutan fasa dari kedua generator harus sama.
penjelasan mengenai syarat-syarat diatas dapat dibaca pada artikel di sini, sini dan sini.
Kerja Paralel Generator
Ada beberapa cara untuk memparalelkan generator dengan mengacu pada syarat-syarat diatas, yaitu :
a. Lampu Cahaya berputar dan Volt-meter
b. Voltmeter, Frekuensi Meter, dan Synchroscope.
c. Cara Otomatis
Lampu Cahaya Berputar dan Volt-meter
Dengan rangkaian pada gambar 1, pilih lampu dengan tegangan kerja dua kali tegangan fasa-netral generator atau gunakan dua lampu yang dihubungkan secara seri. Dalam keadaan saklar S terbuka operasikan generator, kemudian lihat urutan nyala lampu. Urutan lampu akan berubah menurut urutan L1 - L2 - L3 - L1 - L2 - L3.
Gambar 1. Rangkaian Paralel Generator.
Perhatikan Gambar 2a, pada keadaan ini L1 paling terang, L2 terang, dan L3 redup. Perhatikan Gambar 2b, pada keadaan ini:
• L2 paling terang
• L1 terang
• L3 terang
Perhatikan gambar 2c, pada keadaan ini,
• L1 dan L2 sama terang
• L3 Gelap dan Voltmeter=0 V
Pada saat kondisi ini maka generator dapat diparalelkan dengan jala-jala (generator lain).
Gambar 2a,b dan c. Rangkaian Lampu Berputar.
Voltmeter, Frekuensi Meter dan Synchroscope
Pada pusat-pusat pembangkit tenaga listrik, untuk indikator paralel generator banyak yang menggunakan alat Synchroscope, gambar 3. Penggunaan alat ini dilengkapi dengan Voltmeter untuk memonitor kesamaan tegangan dan Frekuensi meter untuk kesamaan frekuensi.
Ketepatan sudut fasa dapat dilihat dari synchroscope. Bila jarum penunjuk berputar berlawanan arah jarum jam, berarti frekuensi generator lebih rendah dan bila searah jarum jam berarti frekuensi generator lebih tinggi. Pada saat jarum telah diam dan menunjuk pada kedudukan vertikal, berarti beda fasa generator dan jala-jala telah 0 (Nol) dan selisih frekuensi telah 0 (Nol), maka pada kondisi ini saklar dimasukkan (ON). Alat synchroscope tidak bisa menunjukkan urutan fasa jala-jala, sehingga untuk memparalelkan perlu dipakai indikator urutan fasa jala-jala.
Paralel Otomatis
Paralel generator secara otomatis biasanya menggunakan alat yang secara otomatis memonitor perbedaan fasa, tegangan, frekuensi, dan urutan fasa. Apabila semua kondisi telah tercapai alat memberi suatu sinyal bahwa saklar untuk paralel dapat dimasukkan.
Gambar 3. Synchroscope.
Semoga bermanfaat,http://dunia-listrik.logspot.com
Wednesday, April 29, 2009
Pengaturan Tegangan Generator Sinkron
Pengaturan tegangan adalah perubahan tegangan terminal antara keadaan beban nol dengan beban penuh, dan ini dinyatakan dengan persamaan :
Terjadinya perbedaan tegangan terminal V dalam keadaan berbeban dengan tegangan Eo pada saat tidak berbeban dipengaruhi oleh faktor daya dan besarnya arus jangkar (Ia) yang mengalir.
Untuk menentukan pengaturan tegangan dari generator adalah dengan memanfaatkan karakteristik tanpa beban dan hubung singkat yang diperoleh dari hasil percobaan dan pengukuran tahanan jangkar. Ada tiga metoda atau cara yang sering digunakan untuk menentukan pengaturan tegangan tersebut, yaitu :
• Metoda Impedansi Sinkron atau Metoda GGL.
• Metoda Amper Lilit atau Metoda GGM.
• Metoda Faktor Daya Nol atau Metoda Potier.
Metoda Impedansi Sinkron
Untuk menentukan pangaturan tegangan dengan menggunakan Metoda Impedansi Sinkron, langkah-langkahnya sebagai berikut :
• Tentukan nilai impedansi Sinkron dari karakteristik tanpa beban dan karakteristik hubung singkat.
• Tentukan nilai Ra berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan.
• Berdasarkan persamaan hitung nilai Xs.
• Hitung harga tegangan tanpa beban Eo.
• Hitung persentase pengaturan tegangan.
Gambar 1. Vektor Diagram Pf “Lagging”
Gambar 1 memperlihatkan contoh Vektor diagram untuk beban dengan faktor daya lagging.
Eo =OC = Tegangan tanpa beban
V =OA = Tegangan terminal
I.Ra=AB=Tegangan jatuh Resistansi Jang-kar
I.Xs = BC= Tegangan jatuh Reaktansi Sinkron.
Pengaturan yang diperoleh dengan metoda ini biasanya lebih besar dari nilai sebenarnya.
Metoda Amper Lilit
Perhitungan dengan Metoda Amper Lilit berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan tanpa beban dan hubung singkat. Dengan metoda ini reaktansi bocor XL diabaikan dan reaksi jangkar diperhitungkan.
Adapun langkah-langkah menentukan nilai arus medan yang diperlukan untuk memperoleh tegangan terminal generator saat diberi beban penuh, adalah sebagai berikut :
• Tentukan nilai arus medan (Vektor OA) dari percobaan beban nol yang diperlukan untuk mendapatkan tegangan nominal generator.
• Tentukan nilai arus medan (Vektor AB) dari percobaan hubung singkat yang diperlukan untuk mendapatkan arus beban penuh generator.
• Gambarkan diagram vektornya dengan memperhatikan faktor dayanya:
• untuk faktor daya “Lagging” dengan sudut (90° + ϕ)
• untuk faktor daya “Leading” dengan sudut (90° - ϕ)
• untuk faktor daya “Unity” dengan sudut (90°). perhatikan gambar 2a,b,c.
• Hitung nilai arus medan total yang ditunjukkan oleh vektor OB.
Gambar 2. Vektor Arus Medan
Gambar 3 akan memperlihatkan diagram secara lengkap dengan karakteristik beban nol dan hubung singkat.
OA = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan tegangan nominal.
OC = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan arus beban penuh pada hubung-singkat.
AB = OC = dengan sudut (90° + ϕ) terhadap OA.
OB = Total arus medan yang dibutuhkan untuk mendapatkan tegangan Eo dari karakteristik beban nol.
Gambar 3. Karakteristik Beban Nol, Hubung Singkat, dan Vektor Arus Medan.
Metoda Potier
Metoda ini berdasarkan pada pemisahan kerugian akibat reaktansi bocor XL dan pengaruh reaksi jangkar Xa. Data yang diperlukan adalah :
• Karakteristik Tanpa beban.
• Karakteristik Beban penuh dengan faktor daya nol.
Khusus untuk karakteristik beban penuh dengan faktor daya nol dapat diperoleh dengan cara melakukan percobaan terhadap generator seperti halnya pada saat percobaan tanpa beban, yaitu menaikkan arus medan secara bertahap, yang membedakannya supaya menghasilkan faktor daya nol, maka generator harus diberi beban reaktor murni. Arus jangkar dan faktor daya nol saat dibebani harus dijaga konstan.
Langkah-langkah untuk menggambar Diagram Potier sebagai berikut :
1. Pada kecepatan Sinkron dengan beban reaktor, atur arus medan sampai tegangan nominal dan beban reaktor (arus beban) sampai arus nominal.
2. Gambarkan garis sejajar melalui kurva beban nol. Buat titik A yang menunjuk-kan nilai arus medan pada percobaan faktor daya nol pada saat tegangan nominal.
3. Buat titik B, berdasarkan percobaan hubung singkat dengan arus jangkar penuh. OB menunjukkan nilai arus medan saat percobaan tersebut.
4. Tarik garis AD yang sama dan sejajar garis OB.
5. Melalui titik D tarik garis sejajar kurva senjang udara sampai memotong kurva beban nol dititik J. Segitiga ADJ disebut segitiga Potier.
6. Gambar garis JF tegak lurus AD. Panjang JF menunjukkan kerugian tegangan akibat reaktansi bocor.
7. AF menunjukkan besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi efek magnetisasi akibat raeksi jangkar saat beban penuh.
8. DF untuk penyeimbang reaktansi bocor jangkar (JF).
Gambar 4. Diagram Potier.
Dari gambar Diagram Potier diatas, bisa dilihat bahwa :
• V nilai tegangan terminal saat beban penuh.
• V ditambah JF (I.Xl) menghasilkan tegangan E.
• BH = AF = arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi reaksi jangkar.
• Bila vektor BH ditambah kan ke OG, maka besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk tegangan tanpa beban Eo bisa diketahui.
Vektor diagram yang terlihat pada diagram Potier bisa digambarkan secara terpisah seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Vektor Diagram Potier.
Semoga bermanfaat,
Terjadinya perbedaan tegangan terminal V dalam keadaan berbeban dengan tegangan Eo pada saat tidak berbeban dipengaruhi oleh faktor daya dan besarnya arus jangkar (Ia) yang mengalir.
Untuk menentukan pengaturan tegangan dari generator adalah dengan memanfaatkan karakteristik tanpa beban dan hubung singkat yang diperoleh dari hasil percobaan dan pengukuran tahanan jangkar. Ada tiga metoda atau cara yang sering digunakan untuk menentukan pengaturan tegangan tersebut, yaitu :
• Metoda Impedansi Sinkron atau Metoda GGL.
• Metoda Amper Lilit atau Metoda GGM.
• Metoda Faktor Daya Nol atau Metoda Potier.
Metoda Impedansi Sinkron
Untuk menentukan pangaturan tegangan dengan menggunakan Metoda Impedansi Sinkron, langkah-langkahnya sebagai berikut :
• Tentukan nilai impedansi Sinkron dari karakteristik tanpa beban dan karakteristik hubung singkat.
• Tentukan nilai Ra berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan.
• Berdasarkan persamaan hitung nilai Xs.
• Hitung harga tegangan tanpa beban Eo.
• Hitung persentase pengaturan tegangan.
Gambar 1. Vektor Diagram Pf “Lagging”
Gambar 1 memperlihatkan contoh Vektor diagram untuk beban dengan faktor daya lagging.
Eo =OC = Tegangan tanpa beban
V =OA = Tegangan terminal
I.Ra=AB=Tegangan jatuh Resistansi Jang-kar
I.Xs = BC= Tegangan jatuh Reaktansi Sinkron.
Pengaturan yang diperoleh dengan metoda ini biasanya lebih besar dari nilai sebenarnya.
Metoda Amper Lilit
Perhitungan dengan Metoda Amper Lilit berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan tanpa beban dan hubung singkat. Dengan metoda ini reaktansi bocor XL diabaikan dan reaksi jangkar diperhitungkan.
Adapun langkah-langkah menentukan nilai arus medan yang diperlukan untuk memperoleh tegangan terminal generator saat diberi beban penuh, adalah sebagai berikut :
• Tentukan nilai arus medan (Vektor OA) dari percobaan beban nol yang diperlukan untuk mendapatkan tegangan nominal generator.
• Tentukan nilai arus medan (Vektor AB) dari percobaan hubung singkat yang diperlukan untuk mendapatkan arus beban penuh generator.
• Gambarkan diagram vektornya dengan memperhatikan faktor dayanya:
• untuk faktor daya “Lagging” dengan sudut (90° + ϕ)
• untuk faktor daya “Leading” dengan sudut (90° - ϕ)
• untuk faktor daya “Unity” dengan sudut (90°). perhatikan gambar 2a,b,c.
• Hitung nilai arus medan total yang ditunjukkan oleh vektor OB.
Gambar 2. Vektor Arus Medan
Gambar 3 akan memperlihatkan diagram secara lengkap dengan karakteristik beban nol dan hubung singkat.
OA = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan tegangan nominal.
OC = Arus medan yang diperlukan untuk mendapatkan arus beban penuh pada hubung-singkat.
AB = OC = dengan sudut (90° + ϕ) terhadap OA.
OB = Total arus medan yang dibutuhkan untuk mendapatkan tegangan Eo dari karakteristik beban nol.
Gambar 3. Karakteristik Beban Nol, Hubung Singkat, dan Vektor Arus Medan.
Metoda Potier
Metoda ini berdasarkan pada pemisahan kerugian akibat reaktansi bocor XL dan pengaruh reaksi jangkar Xa. Data yang diperlukan adalah :
• Karakteristik Tanpa beban.
• Karakteristik Beban penuh dengan faktor daya nol.
Khusus untuk karakteristik beban penuh dengan faktor daya nol dapat diperoleh dengan cara melakukan percobaan terhadap generator seperti halnya pada saat percobaan tanpa beban, yaitu menaikkan arus medan secara bertahap, yang membedakannya supaya menghasilkan faktor daya nol, maka generator harus diberi beban reaktor murni. Arus jangkar dan faktor daya nol saat dibebani harus dijaga konstan.
Langkah-langkah untuk menggambar Diagram Potier sebagai berikut :
1. Pada kecepatan Sinkron dengan beban reaktor, atur arus medan sampai tegangan nominal dan beban reaktor (arus beban) sampai arus nominal.
2. Gambarkan garis sejajar melalui kurva beban nol. Buat titik A yang menunjuk-kan nilai arus medan pada percobaan faktor daya nol pada saat tegangan nominal.
3. Buat titik B, berdasarkan percobaan hubung singkat dengan arus jangkar penuh. OB menunjukkan nilai arus medan saat percobaan tersebut.
4. Tarik garis AD yang sama dan sejajar garis OB.
5. Melalui titik D tarik garis sejajar kurva senjang udara sampai memotong kurva beban nol dititik J. Segitiga ADJ disebut segitiga Potier.
6. Gambar garis JF tegak lurus AD. Panjang JF menunjukkan kerugian tegangan akibat reaktansi bocor.
7. AF menunjukkan besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi efek magnetisasi akibat raeksi jangkar saat beban penuh.
8. DF untuk penyeimbang reaktansi bocor jangkar (JF).
Gambar 4. Diagram Potier.
Dari gambar Diagram Potier diatas, bisa dilihat bahwa :
• V nilai tegangan terminal saat beban penuh.
• V ditambah JF (I.Xl) menghasilkan tegangan E.
• BH = AF = arus medan yang dibutuhkan untuk mengatasi reaksi jangkar.
• Bila vektor BH ditambah kan ke OG, maka besarnya arus medan yang dibutuhkan untuk tegangan tanpa beban Eo bisa diketahui.
Vektor diagram yang terlihat pada diagram Potier bisa digambarkan secara terpisah seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Vektor Diagram Potier.
Semoga bermanfaat,
Prinsip Kerja Generator sinkron
Setelah kita membahas di sini mengenai konstruksi dari suatu generator sinkron, maka artikel kali ini akan membahas mengenai prinsip kerja dari suatu generator sinkron. Yang akan menjadi kerangka bahasan kali ini adalah pengoperasian generator sinkron dalam kondisi berbeban, tanpa beban, menentukan reaktansi dan resistansi dengan melakukan percobaan tanpa beban (beban nol), percobaan hubung-singkat dan percobaan resistansi jangkar.
Seperti telah dijelaskan pada artikel-artikel sebelumnya, bahwa kecepatan rotor dan frekuensi dari tegangan yang dibangkitkan oleh suatu generator sinkron berbanding lurus. Gambar 1 akan memperlihatkan prinsip kerja dari sebuah generator AC dengan dua kutub, dan dimisalkan hanya memiliki satu lilitan yang terbuat dari dua penghantar secara seri, yaitu penghantar a dan a’.
Untuk dapat lebih mudah memahami, silahkan lihat animasi prinsip kerja generator, di sini.
Gambar 1. Diagram Generator AC Satu Phasa Dua Kutub.
Lilitan seperti disebutkan diatas disebut “Lilitan terpusat”, dalam generator sebenarnya terdiri dari banyak lilitan dalam masing-masing fasa yang terdistribusi pada masing-masing alur stator dan disebut “Lilitan terdistribusi”. Diasumsikan rotor berputar searah jarum jam, maka fluks medan rotor bergerak sesuai lilitan jangkar. Satu putaran rotor dalam satu detik menghasilkan satu siklus per detik atau 1 Hertz (Hz).
Bila kecepatannya 60 Revolution per menit (Rpm), frekuensi 1 Hz. Maka untuk frekuensi f = 60 Hz, rotor harus berputar 3600 Rpm. Untuk kecepatan rotor n rpm, rotor harus berputar pada kecepatan n/60 revolution per detik (rps). Bila rotor mempunyai lebih dari 1 pasang kutub, misalnya P kutub maka masing-masing revolution dari rotor menginduksikan P/2 siklus tegangan dalam lilitan stator. Frekuensi dari tegangan induksi sebagai sebuah fungsi dari kecepatan rotor, dan diformulasikan dengan:
Untuk generator sinkron tiga fasa, harus ada tiga belitan yang masing-masing terpisah sebesar 120 derajat listrik dalam ruang sekitar keliling celah udara seperti diperlihatkan pada kumparan a – a’, b – b’ dan c – c’ pada gambar 2. Masing-masing lilitan akan menghasilkan gelombang Fluksi sinus satu dengan lainnya berbeda 120 derajat listrik. Dalam keadaan seimbang besarnya fluksi sesaat :
ΦA = Φm. Sin ωt
ΦB = Φm. Sin ( ωt – 120° )
ΦC = Φm. Sin ( ωt – 240° )
Gambar 2. Diagram Generator AC Tiga Fasa Dua Kutub
Besarnya fluks resultan adalah jumlah vektor ketiga fluks tersebut adalah:
ΦT = ΦA +ΦB + ΦC, yang merupakan fungsi tempat (Φ) dan waktu (t), maka besar- besarnya fluks total adalah:
ΦT = Φm.Sin ωt + Φm.Sin(ωt – 120°) + Φm. Sin(ωt– 240°). Cos (φ – 240°)
Dengan memakai transformasi trigonometri dari :
Sin α . Cos β = ½.Sin (α + β) + ½ Sin (α + β ),
maka dari persamaan diatas diperoleh :
ΦT = ½.Φm. Sin (ωt +φ )+ ½.Φm. Sin (ωt – φ) + ½.Φm. Sin ( ωt + φ – 240° )+ ½.Φm. Sin (ωt – φ) +½.Φm. Sin (ωt + φ – 480°)
Dari persamaan diatas, bila diuraikan maka suku kesatu, ketiga, dan kelima
akan silang menghilangkan. Dengan demikian dari persamaan akan didapat
fluksi total sebesar, ΦT = ¾ Φm. Sin ( ωt - Φ ) Weber .
Jadi medan resultan merupakan medan putar dengan modulus 3/2 Φ dengan
sudut putar sebesar ω. Maka besarnya tegangan masing-masing fasa adalah :
E maks = Bm. ℓ. ω r Volt
dimana :
Bm = Kerapatan Fluks maksimum kumparan medan rotor (Tesla)
ℓ = Panjang masing-masing lilitan dalam medan magnetik (Weber)
ω = Kecepatan sudut dari rotor (rad/s)
r = Radius dari jangkar (meter)
anda dapat juga membaca artikel yang terkait dengan bahasan kali ini, di:
- elektromekanis dalam sistem tenaga-1, di sini.
- elektromekanis dalam sistem tenaga-2, di sini.
Generator Tanpa Beban
Apabila sebuah mesin sinkron difungsikan sebagai generator dengan diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka pada kumparan jangkar stator akan diinduksikan tegangan tanpa beban (Eo), yaitu sebesar:
Eo = 4,44 .Kd. Kp. f. φm. T Volt
Dalam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator, sehingga tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Bila besarnya arus medan dinaikkan, maka tegangan keluaran juga akan naik sampai titik saturasi (jenuh), seperti diperlihatkan pada gambar 3. Kondisi generator tanpa beban bisa digambarkan rangkaian ekuivalennya seperti diperlihatkan pada gambar 3b.
Gambar 3a dan 3b. Kurva dan Rangkaian Ekuivalen Generator Tanpa Beban
Generator Berbeban
Bila generator diberi beban yang berubah-ubah maka besarnya tegangan terminal V akan berubah-ubah pula, hal ini disebabkan adanya kerugian tegangan pada:
• Resistansi jangkar Ra
• Reaktansi bocor jangkar Xl
• Reaksi Jangkar Xa
a. Resistansi Jangkar
Resistansi jangkar/fasa Ra menyebabkan terjadinya kerugian tegang/fasa (tegangan jatuh/fasa) dan I.Ra yang sefasa dengan arus jangkar.
b. Reaktansi Bocor Jangkar
Saat arus mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi tidak mengimbas pada jalur yang telah ditentukan, hal seperti ini disebut Fluks Bocor.
c. Reaksi Jangkar
Adanya arus yang mengalir pada kumparan jangkar saat generator dibebani akan menimbulkan fluksi jangkar (ΦA ) yang berintegrasi dengan fluksi yang dihasilkan pada kumparan medan rotor(ΦF), sehingga akan dihasilkan suatu fluksi resultan sebesar :
Interaksi antara kedua fluksi ini disebut sebagai reaksi jangkar, seperti diperlihatkan pada Gambar 4. yang mengilustrasikan kondisi reaksi jangkar untuk jenis beban yang berbeda-beda.
Gambar 4a, 4b, 4c dan 4d. Kondisi Reaksi Jangkar.
Gambar 4a , memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat generator dibebani tahanan (resistif) sehingga arus jangkar Ia sefasa dengan GGL Eb dan ΦA akan tegak lurus terhadap ΦF.
Gambar 4b, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat generator dibebani kapasitif , sehingga arus jangkar Ia mendahului ggl Eb sebesar θ dan ΦA terbelakang terhadap ΦF dengan sudut (90 -θ).
Gambar 4c, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat dibebani kapasitif murni yang mengakibatkan arus jangkar Ia mendahului GGL Eb sebesar 90° dan ΦA akan memperkuat ΦF yang berpengaruh terhadap pemagnetan.
Gambar 4d, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat arus diberi beban induktif murni sehingga mengakibatkan arus jangkar Ia terbelakang dari GGL Eb sebesar 90° dan ΦA akan memperlemah ΦF yang berpengaruh terhadap pemagnetan.
Jumlah dari reaktansi bocor XL dan reaktansi jangkar Xa biasa disebut reaktansi Sinkron Xs.
Vektor diagram untuk beban yang bersifat Induktif, resistif murni, dan kapasitif diperlihatkan pada Gambar 5a, 5b dan 5c.
Gambar 5a, 5b dan 5c. Vektor Diagram dari Beban Generator
Berdasarkan gambar diatas, maka bisa ditentukan besarnya tegangan jatuh yang terjadi, yaitu :
Total Tegangan Jatuh pada Beban:
= I.Ra + j (I.Xa + I.XL)
= I {Ra + j (Xs + XL)}
= I {Ra + j (Xs)}
= I.Zs
Menentukan Resistansi dan Reaktansi
Untuk bisa menentukan nilai reaktansi dan impedansi dari sebuah generator, harus dilakukan percobaan (test). Ada tiga jenis test yang biasa dilakukan, yaitu:
• Test Tanpa beban ( Beban Nol )
• Test Hubung Singkat.
• Test Resistansi Jangkar.
Test Tanpa Beban
Test Tanpa Beban dilakukan pada kecepatan Sinkron dengan rangkaian jangkar terbuka (tanpa beban) seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Percobaan dilakukan dengan cara mengatur arus medan (If) dari nol sampai rating tegangan output terminal tercapai.
Gambar 6. Rangkaian Test Generator Tanpa Beban.
Test Hubung Singkat
Untuk melakukan test ini terminal generator dihubung singkat, dan dengan Ampermeter diletakkan diantara dua penghantar yang dihubung singkat tersebut (Gambar 7). Arus medan dinaikkan secara bertahap sampai diperoleh arus jangkar maksimum. Selama proses test arus If dan arus hubung singkat Ihs dicatat.
Gambar 7. Rangkaian Test Generator di Hubung Singkat.
Dari hasil kedua test diatas, maka dapat digambar dalam bentuk kurva karakteristik seperti diperlihatkan pada gambar 8.
Gambar 8. Kurva Karakteristik Tanpa Beban dan Hubung Singkat sebuah Generator.
Impedansi Sinkron dicari berdasarkan hasil test, adalah:
, If = konstatn
Test Resistansi Jangkar
Dengan rangkaian medan terbuka, resistansi DC diukur antara dua terminal output sehingga dua fasa terhubung secara seri, Gambar 9. Resistansi per fasa adalah setengahnya dari yang diukur.
Gambar 9. Pengukuran Resistansi DC.
Dalam kenyataannya nilai resistansi dikalikan dengan suatu faktor untuk menentukan nilai resistansi AC efektif , eff R . Faktor ini tergantung pada bentuk dan ukuran alur, ukuran penghantar jangkar, dan konstruksi kumparan. Nilainya berkisar antara 1,2 s/d 1,6 .
Bila nilai Ra telah diketahui, nilai Xs bisa ditentukan berdasarkan persamaan:
Semoga bermanfaat,
Seperti telah dijelaskan pada artikel-artikel sebelumnya, bahwa kecepatan rotor dan frekuensi dari tegangan yang dibangkitkan oleh suatu generator sinkron berbanding lurus. Gambar 1 akan memperlihatkan prinsip kerja dari sebuah generator AC dengan dua kutub, dan dimisalkan hanya memiliki satu lilitan yang terbuat dari dua penghantar secara seri, yaitu penghantar a dan a’.
Untuk dapat lebih mudah memahami, silahkan lihat animasi prinsip kerja generator, di sini.
Gambar 1. Diagram Generator AC Satu Phasa Dua Kutub.
Lilitan seperti disebutkan diatas disebut “Lilitan terpusat”, dalam generator sebenarnya terdiri dari banyak lilitan dalam masing-masing fasa yang terdistribusi pada masing-masing alur stator dan disebut “Lilitan terdistribusi”. Diasumsikan rotor berputar searah jarum jam, maka fluks medan rotor bergerak sesuai lilitan jangkar. Satu putaran rotor dalam satu detik menghasilkan satu siklus per detik atau 1 Hertz (Hz).
Bila kecepatannya 60 Revolution per menit (Rpm), frekuensi 1 Hz. Maka untuk frekuensi f = 60 Hz, rotor harus berputar 3600 Rpm. Untuk kecepatan rotor n rpm, rotor harus berputar pada kecepatan n/60 revolution per detik (rps). Bila rotor mempunyai lebih dari 1 pasang kutub, misalnya P kutub maka masing-masing revolution dari rotor menginduksikan P/2 siklus tegangan dalam lilitan stator. Frekuensi dari tegangan induksi sebagai sebuah fungsi dari kecepatan rotor, dan diformulasikan dengan:
Untuk generator sinkron tiga fasa, harus ada tiga belitan yang masing-masing terpisah sebesar 120 derajat listrik dalam ruang sekitar keliling celah udara seperti diperlihatkan pada kumparan a – a’, b – b’ dan c – c’ pada gambar 2. Masing-masing lilitan akan menghasilkan gelombang Fluksi sinus satu dengan lainnya berbeda 120 derajat listrik. Dalam keadaan seimbang besarnya fluksi sesaat :
ΦA = Φm. Sin ωt
ΦB = Φm. Sin ( ωt – 120° )
ΦC = Φm. Sin ( ωt – 240° )
Gambar 2. Diagram Generator AC Tiga Fasa Dua Kutub
Besarnya fluks resultan adalah jumlah vektor ketiga fluks tersebut adalah:
ΦT = ΦA +ΦB + ΦC, yang merupakan fungsi tempat (Φ) dan waktu (t), maka besar- besarnya fluks total adalah:
ΦT = Φm.Sin ωt + Φm.Sin(ωt – 120°) + Φm. Sin(ωt– 240°). Cos (φ – 240°)
Dengan memakai transformasi trigonometri dari :
Sin α . Cos β = ½.Sin (α + β) + ½ Sin (α + β ),
maka dari persamaan diatas diperoleh :
ΦT = ½.Φm. Sin (ωt +φ )+ ½.Φm. Sin (ωt – φ) + ½.Φm. Sin ( ωt + φ – 240° )+ ½.Φm. Sin (ωt – φ) +½.Φm. Sin (ωt + φ – 480°)
Dari persamaan diatas, bila diuraikan maka suku kesatu, ketiga, dan kelima
akan silang menghilangkan. Dengan demikian dari persamaan akan didapat
fluksi total sebesar, ΦT = ¾ Φm. Sin ( ωt - Φ ) Weber .
Jadi medan resultan merupakan medan putar dengan modulus 3/2 Φ dengan
sudut putar sebesar ω. Maka besarnya tegangan masing-masing fasa adalah :
E maks = Bm. ℓ. ω r Volt
dimana :
Bm = Kerapatan Fluks maksimum kumparan medan rotor (Tesla)
ℓ = Panjang masing-masing lilitan dalam medan magnetik (Weber)
ω = Kecepatan sudut dari rotor (rad/s)
r = Radius dari jangkar (meter)
anda dapat juga membaca artikel yang terkait dengan bahasan kali ini, di:
- elektromekanis dalam sistem tenaga-1, di sini.
- elektromekanis dalam sistem tenaga-2, di sini.
Generator Tanpa Beban
Apabila sebuah mesin sinkron difungsikan sebagai generator dengan diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka pada kumparan jangkar stator akan diinduksikan tegangan tanpa beban (Eo), yaitu sebesar:
Eo = 4,44 .Kd. Kp. f. φm. T Volt
Dalam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator, sehingga tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Bila besarnya arus medan dinaikkan, maka tegangan keluaran juga akan naik sampai titik saturasi (jenuh), seperti diperlihatkan pada gambar 3. Kondisi generator tanpa beban bisa digambarkan rangkaian ekuivalennya seperti diperlihatkan pada gambar 3b.
Gambar 3a dan 3b. Kurva dan Rangkaian Ekuivalen Generator Tanpa Beban
Generator Berbeban
Bila generator diberi beban yang berubah-ubah maka besarnya tegangan terminal V akan berubah-ubah pula, hal ini disebabkan adanya kerugian tegangan pada:
• Resistansi jangkar Ra
• Reaktansi bocor jangkar Xl
• Reaksi Jangkar Xa
a. Resistansi Jangkar
Resistansi jangkar/fasa Ra menyebabkan terjadinya kerugian tegang/fasa (tegangan jatuh/fasa) dan I.Ra yang sefasa dengan arus jangkar.
b. Reaktansi Bocor Jangkar
Saat arus mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi tidak mengimbas pada jalur yang telah ditentukan, hal seperti ini disebut Fluks Bocor.
c. Reaksi Jangkar
Adanya arus yang mengalir pada kumparan jangkar saat generator dibebani akan menimbulkan fluksi jangkar (ΦA ) yang berintegrasi dengan fluksi yang dihasilkan pada kumparan medan rotor(ΦF), sehingga akan dihasilkan suatu fluksi resultan sebesar :
Interaksi antara kedua fluksi ini disebut sebagai reaksi jangkar, seperti diperlihatkan pada Gambar 4. yang mengilustrasikan kondisi reaksi jangkar untuk jenis beban yang berbeda-beda.
Gambar 4a, 4b, 4c dan 4d. Kondisi Reaksi Jangkar.
Gambar 4a , memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat generator dibebani tahanan (resistif) sehingga arus jangkar Ia sefasa dengan GGL Eb dan ΦA akan tegak lurus terhadap ΦF.
Gambar 4b, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat generator dibebani kapasitif , sehingga arus jangkar Ia mendahului ggl Eb sebesar θ dan ΦA terbelakang terhadap ΦF dengan sudut (90 -θ).
Gambar 4c, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat dibebani kapasitif murni yang mengakibatkan arus jangkar Ia mendahului GGL Eb sebesar 90° dan ΦA akan memperkuat ΦF yang berpengaruh terhadap pemagnetan.
Gambar 4d, memperlihatkan kondisi reaksi jangkar saat arus diberi beban induktif murni sehingga mengakibatkan arus jangkar Ia terbelakang dari GGL Eb sebesar 90° dan ΦA akan memperlemah ΦF yang berpengaruh terhadap pemagnetan.
Jumlah dari reaktansi bocor XL dan reaktansi jangkar Xa biasa disebut reaktansi Sinkron Xs.
Vektor diagram untuk beban yang bersifat Induktif, resistif murni, dan kapasitif diperlihatkan pada Gambar 5a, 5b dan 5c.
Gambar 5a, 5b dan 5c. Vektor Diagram dari Beban Generator
Berdasarkan gambar diatas, maka bisa ditentukan besarnya tegangan jatuh yang terjadi, yaitu :
Total Tegangan Jatuh pada Beban:
= I.Ra + j (I.Xa + I.XL)
= I {Ra + j (Xs + XL)}
= I {Ra + j (Xs)}
= I.Zs
Menentukan Resistansi dan Reaktansi
Untuk bisa menentukan nilai reaktansi dan impedansi dari sebuah generator, harus dilakukan percobaan (test). Ada tiga jenis test yang biasa dilakukan, yaitu:
• Test Tanpa beban ( Beban Nol )
• Test Hubung Singkat.
• Test Resistansi Jangkar.
Test Tanpa Beban
Test Tanpa Beban dilakukan pada kecepatan Sinkron dengan rangkaian jangkar terbuka (tanpa beban) seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Percobaan dilakukan dengan cara mengatur arus medan (If) dari nol sampai rating tegangan output terminal tercapai.
Gambar 6. Rangkaian Test Generator Tanpa Beban.
Test Hubung Singkat
Untuk melakukan test ini terminal generator dihubung singkat, dan dengan Ampermeter diletakkan diantara dua penghantar yang dihubung singkat tersebut (Gambar 7). Arus medan dinaikkan secara bertahap sampai diperoleh arus jangkar maksimum. Selama proses test arus If dan arus hubung singkat Ihs dicatat.
Gambar 7. Rangkaian Test Generator di Hubung Singkat.
Dari hasil kedua test diatas, maka dapat digambar dalam bentuk kurva karakteristik seperti diperlihatkan pada gambar 8.
Gambar 8. Kurva Karakteristik Tanpa Beban dan Hubung Singkat sebuah Generator.
Impedansi Sinkron dicari berdasarkan hasil test, adalah:
, If = konstatn
Test Resistansi Jangkar
Dengan rangkaian medan terbuka, resistansi DC diukur antara dua terminal output sehingga dua fasa terhubung secara seri, Gambar 9. Resistansi per fasa adalah setengahnya dari yang diukur.
Gambar 9. Pengukuran Resistansi DC.
Dalam kenyataannya nilai resistansi dikalikan dengan suatu faktor untuk menentukan nilai resistansi AC efektif , eff R . Faktor ini tergantung pada bentuk dan ukuran alur, ukuran penghantar jangkar, dan konstruksi kumparan. Nilainya berkisar antara 1,2 s/d 1,6 .
Bila nilai Ra telah diketahui, nilai Xs bisa ditentukan berdasarkan persamaan:
Semoga bermanfaat,
Generator Sinkron
Konstruksi Generator Sinkron
Pada dasarnya konstruksi dari generator sinkron adalah sama dengan konstruksi motor sinkron, dan secara umum biasa disebut mesin sinkron (seperti telah dibahas di sini). Ada dua struktur kumparan pada mesin sinkron yang merupakan dasar kerja dari mesin tersebut, yaitu kumparan yang mengalirkan penguatan DC (membangkitkan medan magnet, biasa disebut sistem eksitasi) dan sebuah kumparan (biasa disebut jangkar) tempat dibangkitkannya GGL arus bola-balik.
Hampir semua mesin sinkron mempunyai belitan GGL berupa stator yang diam dan struktur medan magnit berputar sebagai rotor. Kumparan DC pada struktur medan yang berputar dihubungkan pada sumber DC luar melaui slipring dan sikat arang, tetapi ada juga yang tidak mempergunakan sikat arang yaitu sistem “brushless excitation”.
Bentuk Penguatan
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa untuk membangkitkan fluks magnetik diperlukan penguatan DC. Penguatan DC ini bisa diperoleh dari generator DC penguatan sendiri yang seporos dengan rotor mesin sinkron. Pada mesin sinkron dengan kecepatan rendah, tetapi rating daya yang besar, seperti generator Hydroelectric (Pembangkit listrik tenaga air), maka generator DC yang digunakan tidak dengan penguatan sendiri tetapi dengan “Pilot Exciter” sebagai penguatan atau menggunakan magnet permanent (magnet tetap).
Gambar 1. Generator Sinkron Tiga fasa dengan Penguatan Generator DC “Pilot Exciter”.
Gambar 2. Generator Sinkron Tiga fasa dengan Sistem Penguatan “Brushless Exciter System”.
Alternatif lainnya untuk penguatan eksitasi adalah menggunakan Diode silikon dan Thyristor.
Ada dua tipe sistem penguatan “Solid state”, yaitu:
• Sistem statis yang menggunakan Diode atau Thyristor statis, dan arus dialirkan ke rotor melalui Slipring.
• “Brushless System”, pada sistem ini penyearah dipasangkan diporos yang berputar dengan rotor, sehingga tidak dibutuhkan sikat arang dan slip-ring.
Bentuk Rotor
Untuk medan rotor yang digunakan tergantung pada kecepatan mesin, mesin dengan kecepatan tinggi seperti turbo generator mempunyai bentuk silinder gambar 3a, sedangkan mesin dengan kecepatan rendah seperti Hydroelectric atau Generator Listrik Diesel mempunyai rotor kutub menonjol gambar 3b.
Gambar 3a. Bentuk Rotor kutub silinder.
Gambar 3b. Bentuk Rotor kutub menonjol.
Bentuk Stator
Stator dari Mesin Sinkron terbuat dari bahan ferromagnetik , seperti telah dibahas di sini, yang berbentuk laminasi untuk mengurangi rugi-rugi arus pusar. Dengan inti ferromagnetik yang bagus berarti permebilitas dan resistivitas dari bahan tinggi.
Gambar 4. Inti Stator dan Alur pada Stator
Gambar 4 memperlihatkan alur stator tempat kumparan jangkar. Belitan jangkar (stator) yang umum digunakan oleh mesin sinkron tiga fasa, ada dua tipe yaitu :
a. Belitan satu lapis (Single Layer Winding).
b. Belitan berlapis ganda (Double Layer Winding).
Bentuk Stator Satu Lapis
Gambar 5 memperlihatkan belitan satu lapis, karena hanya ada satu sisi lilitan didalam masing-masing alur. Bila kumparan tiga fasa dimulai pada Sa, Sb, dan Sc dan berakhir di Fa, Fb, dan Fc bisa disatukan dalam dua cara, yaitu hubungan bintang dan segitiga. Antar kumparan fasa dipisahkan sebesar 120 derajat listrik atau 60 derajat mekanik, satu siklus GGL penuh akan dihasilkan bila rotor dengan 4 kutub berputar 180 derajat mekanis. Satu siklus GGL penuh menunjukkan 360 derajat listrik, adapun hubungan antara sudut rotor mekanis α_mek dan sudut listrik α_lis, adalah :
Gambar 5. Belitan Satu Lapis Generator Sinkron Tiga Fasa.
Contoh:
Sebuah generator Sinkron mempunyai 12 kutub. Berapa sudut mekanis ditunjukkan dengan 180 derajat listrik.
Jawaban:
Sudut mekanis antara kutub utara dan kutub selatan adalah:
Ini menunjukkan 180 derajat listrik
atau bisa juga secara langsung, yaitu:
Gambar 6. Urutan fasa ABC.
Untuk menunjukkan arah dari putaran rotor gambar 6. (searah jarum jam), urutan fasa yang dihasilkan oleh suplai tiga fasa adalah ABC, dengan demikian tegangan maksimum pertama terjadi dalam fasa A, diikuti fasa B, dan kemudian fasa C.
Kebalikan arah putaran dihasilkan dalam urutan ACB, atau urutan fasa negatif, sedangkan urutan fasa ABC disebut urutan fasa positif. Jadi ggl yang dibangkitkan sistem tiga fasa secara simetris adalah:
EA = EA ∟ 0° volt
EB = EB ∟ -120° volt
EC = EC ∟ -240° volt
Belitan Berlapis Ganda
Kumparan jangkar yang diperlihatkan pada gambar 5 hanya mempunyai satu lilitan per kutub per fasa, akibatnya masing-masing kumparan hanya dua lilitan secara seri. Bila alur-alur tidak terlalu lebar, masing-masing penghantar yang berada dalam alur akan membangkitkan tegangan yang sama. Masing-masing tegangan fasa akan sama untuk menghasilkan tegangan per penghantar dan jumlah total dari penghantar per fasa.
Dalam kenyataannya cara seperti ini tidak menghasilkan cara yang efektif dalam penggunaan inti stator, karena variasi kerapatan fluks dalam inti dan juga melokalisir pengaruh panas dalam daerah alur dan menimbulkan harmonik. Untuk mengatasi masalah ini, generator praktisnya mempunyai kumparan terdistribusi dalam beberapa alur per kutub per fasa. Gambar 7 memperlihatkan bagian dari sebuah kumparan jangkar yang secara umum banyak digunakan. Pada masing-masing alur ada dua sisi lilitan dan masing-masing lilitan memiliki lebih dari satu putaran. Bagian dari lilitan yang tidak terletak kedalam alur biasanya disebut “ Winding Overhang”, sehingga tidak ada tegangan dalam winding overhang.
Gambar 7. Belitan Berlapis Ganda Generator Sinkron Tiga Fasa.
Faktor Distribusi
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa sebuah kumparan terdiri dari sejumlah lilitan yang ditempatkan dalam alur secara terpisah. Sehingga, GGLl pada terminal menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan kumparan yang telah dipusatkan. Suatu faktor yang harus dikalikan dengan GGL dari sebuah kumparan distribusi untuk menghasilkan total GGL yang dibangkitkan disebut faktor distribusi Kd untuk kumparan. Faktor ini selalu lebih kecil dari satu (Kd < 1). Diasumsikan ada n alur per fasa per kutub, maka jarak antara alur dalam derajat listrik, adalah :
dimana m menyatakan jumlah fasa.
Gambar 8. Diagram Phasor dari Tegangan Induksi Lilitan.
Perhatikan gambar 8, disini diperlihatkan GGL yang dinduksikan dalam alur 2 akan tertinggal (lagging) dari GGL yang dibangkitkan dalam alur 1 sebesar ψ =15 derajat listrik, demikian pula GGL yang dinduksikan dalam alur 3 akan tertinggal 2ψ derajat, dan seterusnya. Semua GGL ini ditunjukkan masing-masing oleh phasor E1, E2, E3 dan E4. Total GGL stator per fasa E adalah jumlah dari seluruh vektor.
E = E1 + E2 + E3 + E4
Total GGLl stator E lebih kecil dibandingkan jumlah aljabar dari GGL lilitan oleh faktor.
Kd adalah faktor distribusi, dan bisa dinyatakan dengan persamaan:
Keuntungan dari kumparan distribusi, adalah memperbaiki bentuk gelombang tegangan yang dibangkitkan, seperti terlihat pada gambar 9.
Gambar 9. Total GGL Et dari Tiga GGL Sinusoidal.
Faktor Kisar
Gambar 10, memperlihatkan bentuk kisar dari sebuah kumparan, bila sisi lilitan diletakkan dalam alur 1 dan 7 disebut kisar penuh, sedangkan bila diletakkan dalam alur 1 dan 6 disebut kisar pendek, karena ini sama dengan 5/6 kisar kutub.
Gambar 10. Kisar Kumparan
Kisar :
5/6 = 5/6 x 180 derajat = 150 derajat
1/6 = 1/6 x 180 derajat = 30 derajat.
Kisar pendek sering digunakan, karena mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
• Menghemat tembaga yang digunakan.
• Memperbaiki bentuk gelombang dari tegangan yang dibangkitkan.
• Kerugian arus pusar dan Hysterisis dapat dikurangi.
EL GGL yang diinduksikan pada masing-masing lilitan, bila lilitan merupakan kisar penuh, maka total induksi = 2 EL (gambar 11).
Gambar 11. Vektor Tegangan Lilitan.
Sedangkan kisar pendek dengan sudut 30 derajat listrik, seperti diperlihatkan pada gambar 8b, maka tegangan resultannya adalah:
E = 2 EL. Cos 30/2
atau,
dimana P° adalah kisar kumparan dalam derajat listrik.
Gaya Gerak Listrik Kumparan
Sebelumnya telah dibahas mengenai frekuensi dan besarnya tegangan masing-masing fasa secara umum. Untuk lebih mendekati nilai GGL sebenarnya yang terjadi maka harus diperhatikan faktor distribusi dan faktor kisar.
Apabila
Z = Jumlah penghantar atau sisi lilitan dalam seri/fasa = 2 T
T = Jumlah lilitan per fasa
dφ = φP dan dt = 60/N detik
maka GGL induksi rata-rata per penghantar:
sedangkan jika,
atau,
Sehingga GGL induksi rata-rata per penghantar menjadi:
bila ada Z penghantar dalam seri/fasa, maka : GGL rata-rata/fasa
= 2.f.φ.Z Volt
= 2.f.φ.(2T) = 4.f.φ.T volt
GGL efektif/fasa = 1,11x 4.f.φ.T = 4,44 x f .φ.T Volt
bila faktor distribusi dan faktor kisar dimasukkan, maka GGL efektif/fasa
E = 4,44 . Kd. Kp .f .φ . T (Volt)
Semoga bermanfaat,
Pada dasarnya konstruksi dari generator sinkron adalah sama dengan konstruksi motor sinkron, dan secara umum biasa disebut mesin sinkron (seperti telah dibahas di sini). Ada dua struktur kumparan pada mesin sinkron yang merupakan dasar kerja dari mesin tersebut, yaitu kumparan yang mengalirkan penguatan DC (membangkitkan medan magnet, biasa disebut sistem eksitasi) dan sebuah kumparan (biasa disebut jangkar) tempat dibangkitkannya GGL arus bola-balik.
Hampir semua mesin sinkron mempunyai belitan GGL berupa stator yang diam dan struktur medan magnit berputar sebagai rotor. Kumparan DC pada struktur medan yang berputar dihubungkan pada sumber DC luar melaui slipring dan sikat arang, tetapi ada juga yang tidak mempergunakan sikat arang yaitu sistem “brushless excitation”.
Bentuk Penguatan
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa untuk membangkitkan fluks magnetik diperlukan penguatan DC. Penguatan DC ini bisa diperoleh dari generator DC penguatan sendiri yang seporos dengan rotor mesin sinkron. Pada mesin sinkron dengan kecepatan rendah, tetapi rating daya yang besar, seperti generator Hydroelectric (Pembangkit listrik tenaga air), maka generator DC yang digunakan tidak dengan penguatan sendiri tetapi dengan “Pilot Exciter” sebagai penguatan atau menggunakan magnet permanent (magnet tetap).
Gambar 1. Generator Sinkron Tiga fasa dengan Penguatan Generator DC “Pilot Exciter”.
Gambar 2. Generator Sinkron Tiga fasa dengan Sistem Penguatan “Brushless Exciter System”.
Alternatif lainnya untuk penguatan eksitasi adalah menggunakan Diode silikon dan Thyristor.
Ada dua tipe sistem penguatan “Solid state”, yaitu:
• Sistem statis yang menggunakan Diode atau Thyristor statis, dan arus dialirkan ke rotor melalui Slipring.
• “Brushless System”, pada sistem ini penyearah dipasangkan diporos yang berputar dengan rotor, sehingga tidak dibutuhkan sikat arang dan slip-ring.
Bentuk Rotor
Untuk medan rotor yang digunakan tergantung pada kecepatan mesin, mesin dengan kecepatan tinggi seperti turbo generator mempunyai bentuk silinder gambar 3a, sedangkan mesin dengan kecepatan rendah seperti Hydroelectric atau Generator Listrik Diesel mempunyai rotor kutub menonjol gambar 3b.
Gambar 3a. Bentuk Rotor kutub silinder.
Gambar 3b. Bentuk Rotor kutub menonjol.
Bentuk Stator
Stator dari Mesin Sinkron terbuat dari bahan ferromagnetik , seperti telah dibahas di sini, yang berbentuk laminasi untuk mengurangi rugi-rugi arus pusar. Dengan inti ferromagnetik yang bagus berarti permebilitas dan resistivitas dari bahan tinggi.
Gambar 4. Inti Stator dan Alur pada Stator
Gambar 4 memperlihatkan alur stator tempat kumparan jangkar. Belitan jangkar (stator) yang umum digunakan oleh mesin sinkron tiga fasa, ada dua tipe yaitu :
a. Belitan satu lapis (Single Layer Winding).
b. Belitan berlapis ganda (Double Layer Winding).
Bentuk Stator Satu Lapis
Gambar 5 memperlihatkan belitan satu lapis, karena hanya ada satu sisi lilitan didalam masing-masing alur. Bila kumparan tiga fasa dimulai pada Sa, Sb, dan Sc dan berakhir di Fa, Fb, dan Fc bisa disatukan dalam dua cara, yaitu hubungan bintang dan segitiga. Antar kumparan fasa dipisahkan sebesar 120 derajat listrik atau 60 derajat mekanik, satu siklus GGL penuh akan dihasilkan bila rotor dengan 4 kutub berputar 180 derajat mekanis. Satu siklus GGL penuh menunjukkan 360 derajat listrik, adapun hubungan antara sudut rotor mekanis α_mek dan sudut listrik α_lis, adalah :
Gambar 5. Belitan Satu Lapis Generator Sinkron Tiga Fasa.
Contoh:
Sebuah generator Sinkron mempunyai 12 kutub. Berapa sudut mekanis ditunjukkan dengan 180 derajat listrik.
Jawaban:
Sudut mekanis antara kutub utara dan kutub selatan adalah:
Ini menunjukkan 180 derajat listrik
atau bisa juga secara langsung, yaitu:
Gambar 6. Urutan fasa ABC.
Untuk menunjukkan arah dari putaran rotor gambar 6. (searah jarum jam), urutan fasa yang dihasilkan oleh suplai tiga fasa adalah ABC, dengan demikian tegangan maksimum pertama terjadi dalam fasa A, diikuti fasa B, dan kemudian fasa C.
Kebalikan arah putaran dihasilkan dalam urutan ACB, atau urutan fasa negatif, sedangkan urutan fasa ABC disebut urutan fasa positif. Jadi ggl yang dibangkitkan sistem tiga fasa secara simetris adalah:
EA = EA ∟ 0° volt
EB = EB ∟ -120° volt
EC = EC ∟ -240° volt
Belitan Berlapis Ganda
Kumparan jangkar yang diperlihatkan pada gambar 5 hanya mempunyai satu lilitan per kutub per fasa, akibatnya masing-masing kumparan hanya dua lilitan secara seri. Bila alur-alur tidak terlalu lebar, masing-masing penghantar yang berada dalam alur akan membangkitkan tegangan yang sama. Masing-masing tegangan fasa akan sama untuk menghasilkan tegangan per penghantar dan jumlah total dari penghantar per fasa.
Dalam kenyataannya cara seperti ini tidak menghasilkan cara yang efektif dalam penggunaan inti stator, karena variasi kerapatan fluks dalam inti dan juga melokalisir pengaruh panas dalam daerah alur dan menimbulkan harmonik. Untuk mengatasi masalah ini, generator praktisnya mempunyai kumparan terdistribusi dalam beberapa alur per kutub per fasa. Gambar 7 memperlihatkan bagian dari sebuah kumparan jangkar yang secara umum banyak digunakan. Pada masing-masing alur ada dua sisi lilitan dan masing-masing lilitan memiliki lebih dari satu putaran. Bagian dari lilitan yang tidak terletak kedalam alur biasanya disebut “ Winding Overhang”, sehingga tidak ada tegangan dalam winding overhang.
Gambar 7. Belitan Berlapis Ganda Generator Sinkron Tiga Fasa.
Faktor Distribusi
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa sebuah kumparan terdiri dari sejumlah lilitan yang ditempatkan dalam alur secara terpisah. Sehingga, GGLl pada terminal menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan kumparan yang telah dipusatkan. Suatu faktor yang harus dikalikan dengan GGL dari sebuah kumparan distribusi untuk menghasilkan total GGL yang dibangkitkan disebut faktor distribusi Kd untuk kumparan. Faktor ini selalu lebih kecil dari satu (Kd < 1). Diasumsikan ada n alur per fasa per kutub, maka jarak antara alur dalam derajat listrik, adalah :
dimana m menyatakan jumlah fasa.
Gambar 8. Diagram Phasor dari Tegangan Induksi Lilitan.
Perhatikan gambar 8, disini diperlihatkan GGL yang dinduksikan dalam alur 2 akan tertinggal (lagging) dari GGL yang dibangkitkan dalam alur 1 sebesar ψ =15 derajat listrik, demikian pula GGL yang dinduksikan dalam alur 3 akan tertinggal 2ψ derajat, dan seterusnya. Semua GGL ini ditunjukkan masing-masing oleh phasor E1, E2, E3 dan E4. Total GGL stator per fasa E adalah jumlah dari seluruh vektor.
E = E1 + E2 + E3 + E4
Total GGLl stator E lebih kecil dibandingkan jumlah aljabar dari GGL lilitan oleh faktor.
Kd adalah faktor distribusi, dan bisa dinyatakan dengan persamaan:
Keuntungan dari kumparan distribusi, adalah memperbaiki bentuk gelombang tegangan yang dibangkitkan, seperti terlihat pada gambar 9.
Gambar 9. Total GGL Et dari Tiga GGL Sinusoidal.
Faktor Kisar
Gambar 10, memperlihatkan bentuk kisar dari sebuah kumparan, bila sisi lilitan diletakkan dalam alur 1 dan 7 disebut kisar penuh, sedangkan bila diletakkan dalam alur 1 dan 6 disebut kisar pendek, karena ini sama dengan 5/6 kisar kutub.
Gambar 10. Kisar Kumparan
Kisar :
5/6 = 5/6 x 180 derajat = 150 derajat
1/6 = 1/6 x 180 derajat = 30 derajat.
Kisar pendek sering digunakan, karena mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
• Menghemat tembaga yang digunakan.
• Memperbaiki bentuk gelombang dari tegangan yang dibangkitkan.
• Kerugian arus pusar dan Hysterisis dapat dikurangi.
EL GGL yang diinduksikan pada masing-masing lilitan, bila lilitan merupakan kisar penuh, maka total induksi = 2 EL (gambar 11).
Gambar 11. Vektor Tegangan Lilitan.
Sedangkan kisar pendek dengan sudut 30 derajat listrik, seperti diperlihatkan pada gambar 8b, maka tegangan resultannya adalah:
E = 2 EL. Cos 30/2
atau,
dimana P° adalah kisar kumparan dalam derajat listrik.
Gaya Gerak Listrik Kumparan
Sebelumnya telah dibahas mengenai frekuensi dan besarnya tegangan masing-masing fasa secara umum. Untuk lebih mendekati nilai GGL sebenarnya yang terjadi maka harus diperhatikan faktor distribusi dan faktor kisar.
Apabila
Z = Jumlah penghantar atau sisi lilitan dalam seri/fasa = 2 T
T = Jumlah lilitan per fasa
dφ = φP dan dt = 60/N detik
maka GGL induksi rata-rata per penghantar:
sedangkan jika,
atau,
Sehingga GGL induksi rata-rata per penghantar menjadi:
bila ada Z penghantar dalam seri/fasa, maka : GGL rata-rata/fasa
= 2.f.φ.Z Volt
= 2.f.φ.(2T) = 4.f.φ.T volt
GGL efektif/fasa = 1,11x 4.f.φ.T = 4,44 x f .φ.T Volt
bila faktor distribusi dan faktor kisar dimasukkan, maka GGL efektif/fasa
E = 4,44 . Kd. Kp .f .φ . T (Volt)
Semoga bermanfaat,
Subscribe to:
Posts (Atom)